Bali Tours; Intermezzo #1


Bali bagiku adalah sebuah pulau di seberang lautan sana yang memiliki alam dan budaya yang mempesona dengan ribuan Pura di dalamnya. Bali bagiku adalah sebuah Daerah Tujuan Wisata yang turut serta meramaikan kepariwisataan Indonesia. Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Pulau Bali. Berbagai adaptasi harus aku hadapi, khususnya waktu. Walau pun ini adalah kali kedua aku memasuki kawasan Indonesia Tengah.

Selama di Bali, rombongan kami ditemani oleh guide tour lokal yang bernama Bli Nyoman Suardika Kentir. ‘Bli’ adalah sapaan bagi laki-laki di Bali, sedangkan kalau perempuan biasa disapa’Mbok’. Bli menjelaskan mengapa orang Bali selalu memiliki nama dengan awalan Wayan, Putu, Made dan sebagainya. Ternyata nama itu bukan sembarang nama. Jika ia anak pertama, maka namanya akan berawalan Putu, Gede, atau Wayan. Anak kedua akan memiliki nama dengan awalan Made atau Kadek. Anak ketiga akan diberi nama dengan awalan Nyoman. Sedangkan anak keempat akan memliki awalan nama Ketut.

Mengapa hanya empat? Karena di Bali program keluarga berencana memiliki empat anak, bukan dua seperti di Jawa pada umumnya. Dan kebanyakan laki-laki Bali memiliki nama dengan awalan’I’, seperti misalnya ‘I Ketut’. Sedangkan perempuan ‘Ni’, seperti misalnya ‘Ni Made’.

Keindahan alam di Bali tidak dapat diragukan lagi, seperti dapat kita lihat di berbagi media, semua sudut Pulau Bali selalu mengandung unsur keindahan dan budaya. Itu semua karena orang Bali mengenal prinsip ‘Tri Hita Karana’ atau yang berarti ‘Tiga Keharmonisan’ yaitu Harmonis dengan Tuhan, Harmonis dengan sesama manusia, dan Harmonis dengan alam.

Kebetulan sekali, kami tiba di Bali sehari setelah Nyepi tahun 2019. Jadi Bli juga menceritakan mengenai budaya Nyepi yang biasa dilaksanakan menurut kalender tahun Saka oleh rakyat Bali. Sehari sebelum atau pun sesudah Nyepi, rakyat Bali biasa menggelar berbagai upacara adat. Yang pertama adalah Upacara Pemelastian, yaitu pengarungan benda-benda keramat ke laut. Upacara ini dilakukan di masing-masing desa adat di Bali. Yang kedua ada Ogoh-Ogoh, yaitu arak-arakkan boneka raksasa ilustrasi Buta Kala yang bertujuan untuk mencegah gangguan makhluk astral. Dan yang terakhir, tradisi ini sudah agak jarang tetapi masih ada beberapa desa adat yang masih tetap melestarikan, yaitu Omed-Omedan. Omed-Omedan adalah tradisi ciuman massal yang dilakukan oleh muda-mudi dengan tujuan untuk mempererat rasa asah, asih, dan asuh antar warga.

Pada puncak perayaan Nyepi sendiri, rakyat Bali juga mempunyai empat tradisi, yaitu Amati Gemi yang berarti tidak boleh menyalakan api. Amati Karya yang berarti tidak boleh bekerja. Amati Lelungan yang berarti tidak boleh beraktivitas. Dan Amati Lelunganan yang berarti tidak boleh bepergian.


Tbc.
14 Maret 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[ Puisi ] : Setelah Kamu Pergi

[ Ulasan ] : Kubah - Ahmad Tohari

[ Puisi ] : Di Suatu Hari di Sebuah Toko Buku